photo tumblr_mc3zctVOZl1r3gb3zo2_400.gif

Sunday 29 December 2013

Sejarah Islamnya Abu Bakar Ash-Siddiq r.a.

Nama Abu Bakar As-Shiddiq R.A. tentu tidak asing lagi bagi seluruh umat Islam, baik dahulu maupun sekarang. Dialah manusia yang dianggap paling istimewa sepanjang sejarah penyebaran Islam sesudah Rasulullah S.A.W. Kemuliaan akhlaknya, kemurahan hatinya dalam mengorbankan harta benda dan kekayaannya, kebijaksanaannya dalam menyelesaikan masalah umat, ketenangannya dalam menghadapi kesukaran, kerendahan hatinya ketika berkuasa serta tutur bahasanya yang lembut lagi menarik sukar dicari bandingannya baik dahulu maupun sekarang. Dialah tokoh sahabat terbilang yang paling akrab dan paling disayangi oleh Rasulullah S.A.W.

Nama asli Abu Bakar As-Shiddiq adalah Abdullah Bin Qahafah. Sebelum datangnya Islam, beliau adalah seorang saudagar yang sangat kaya raya dari kalangan keluarga bangsawan yang sangat dihormati oleh masyarakat Quraisy. Bahkan sebelum memeluk Islam, Abu Bakar telah terkenal sebagai seorang pembesar Quraisy yang tinggi akhlaknya dan tidak pernah minum arak sebagaimana yang lazimnya dilakukan oleh pembesar-pembesar Quraisy yang lain pada masa itu.

Dari segi umur,  Abu Bakar R.A. berumur dua tahun lebih muda dari Rasulullah S.A.W. dan telah menjalin persahabatan yang akrab dengan baginda Rasul lama sebelum Rasulullah S.A.W. di angkat menjadi Rasul. Beliaulah tokoh sahabat besar yang dianggap paling banyak sekali berkorban harta benda untuk menegakkan agama Islam di sisi Nabi Muhammad S.A.W. Karena besarnya pengorbanan beliau itulah Rasulullah S.A.W. pernah mengatakan bahwa Islam telah tegak di atas harta Khadijah dan pengorbanan  Abu Bakar R.A. Adapun gelaran As-Shiddiq yang di berikan kepadanya itu adalah karena sikapnya yang selalu membenarkan apa saja kata-kata maupun perbuatan Nabi Muhammad S.A.W. Dalam hal ini ada baiknya kita petik suatu kisah seperti yang diriwayatkan oleh Ibnu Mas'ud yang diceritakan sendiri kepadanya oleh  Abu Bakar, tentang bagaimana  Abu Bakar R.A. memeluk agama Islam.

Kata  Abu Bakar R.A. ketika menceritakan suatu kisah mengenai dirinya kepada Ibnu Mas'ud, "Aku pernah mengunjungi seorang tua di negeri Yaman. Dia rajin membaca kitab-kitab dan mengajar banyak murid. Dia berkata kepadaku:
"Aku kira tuan datang dari Tanah Haram.
"Benar, “jawabku.
"Aku kira tuan berbangsa Quraisy?”
"Benar,” ujarku lagi.
"Dan apa yang aku lihat, tuan dan keluarga Bani Taiyim?”
"Benarlah begitu,” tambahku selanjutnya.
Orang tua itu terus menyambung, katanya, "Ada satu hal lagi yang hendak aku tanyakan kepada tuan, yaitu tentang diri tuan sendiri. Apakah tak keberatan jika aku lihat perutmu?
Maka pada ketika itu aku pun berkata, "Aku keberatan hendak memperlihatkan selama tuan tidak nyatakan maksud tuan sebenarnya kepadaku.
Maka ujar orang tua itu, "Aku sebenarnya melihat dalam ilmuku yang benar bahwa seorang Nabi Allah akan diutus di Tanah Haram. Nabi itu akan dibantu oleh dua orang sahabatnya, yang seorang masih muda dan seorang lagi sudah separuh baya. Sahabatnya yang muda itu berani berjuang di segala medan perang dan menjadi pelindungnya dalam berbagai kesusahan. Sementara yang separuh baya itu putih kulitnya dan berbadan kurus, ada tahi lalat di perutnya dan ada suatu tanda di paha kirinya. Apalah salahnya kalau tuan perlihatkan kepadaku.
Maka sesudah dia berkata itu aku pun membuka pakaianku lalu orang tua itu pun melihatlah tahi lalat hitam di atas bahagian pusatku seraya berkata, "Demi Tuhan yang menguasai Ka’bah, tuanlah orang itu!
Kemudian orang tua itu pun memberi sedikit nasihat kepadaku. 

Aku tinggal di Yaman untuk beberapa saat untuk urusan perniagaanku dan sebelum meninggalkan negeri itu sekali lagi aku pergi menemui orang tua tersebut untuk mengucapkan selamat tinggal kepadanya. Kemudian dia lalu bertanya, "Maukah tuan membawa beberapa rangkap syairku?
"Boleh saja, “jawabku.

Setelah itu aku pun membawa pulang syair-syair itu ke Mekah. Setibanya aku di Mekah, para pemuda bergegas datang menemuiku seraya berkata, "Tahukah engkau  apa yang sudah terjadi? Maka ujarku pula, "Apakah yang terjadi itu?
Jawab mereka, "Si yatim Abu Talib (maksudnya Nabi Muhammad S.A.W.) kini mengaku menjadi Nabi! Kalaulah tidak mengingat engkau hai Abu Bakar, sudah lama kami selesaikan dia. Engkaulah satu-satunya yang kami harapkan untuk menyelesaikannya.

Kemudian aku pun meminta mereka pulang dahulu sementara aku sendiri pergi menemui Muhammad. Setelah menemuinya aku pun mengatakan, "Wahai Muhammad, tuan telah mencemarkan kedudukan keluarga tüan dan aku telah diberitahu kalau tuan secara terang-terangan telah menyeleweng dari kepercayaan nenek moyang kita.
Maka ujar baginda, "Bahwa aku adalah Pesuruh Allah yang diutuskan untukmu dan untuk seluruh umat!
Aku pun bertanya kepada baginda, "Apa buktinya?
Jawabnya, "Orang tua yang engkau temui di Yaman tempo hari.
Aku menambah lagi, "Orang tua yang manakah yang tuan maksudkan karena banyak orang tua yang aku temui di Yaman itu?
Baginda menyambung, "Orang tua yang mengirimkan untaian syair kepada engkau!
Aku terkejut mendengarkannya lalu bertanya, "Siapakah yang telah memberitahu tuan, wahai sahabatku?
Maka ujar baginda, "Malaikat yang pernah menemui Nabi-nabi sebelumku.
Akhirnya aku berkata, "Ulurkan tangan tuan, bahwa dengan sesungguhnya aku bersaksi tiada Tuhan yang kusembah melainkan Allah, dan tuan (Muhammad) sebenarnya Pesuruh Allah.
Demikianlah kisah indah yang meriwayatkan bagaimana Islamnya  Abu Bakan As-Shiddiq. Dan memanglah menurut riwayat beliau merupakan lelaki yang pertama yang beriman kepada Rasulullah S.A.W.

Keislaman Abu Bakan As-Shiddiq R.A. telah membawa pengaruh besar di kalangan kaum bangsawan Quraisy karena dari pengaruh ke-islamannya itulah maka beberapa orang pemuda bangsawan Quraisy seperti  Utsman Bin Affan, Abdul Rahman Bin Auf, dan Sa’ad Bin Waqqas menuruti jejak langkahnya. Semenjak beliau memeluk Islam,  Abu Bakan R.A. telah menjadi pembela Islam yang paling utama serta seorang sahabat yang paling akrab serta paling dicintai oleh Rasulullah S.A.W. Sebagai memperlihatkan kecintaan baginda terhadap  Abu Bakar R.A., dapat kita ketahui dan satu dialog yang terjadi antara baginda Rasul dengan Amru Bin Ash. Amru seorang sahabat Rasulullah S.A.W. pernah suatu hari menanyakan Rasul, "Siapakah di antara manusia yang paling tuan sayangi? Baginda menjawab, "Siti Aisyah, dan kalau laki-laki adalah bapanya.

Selain daripada itu  Abu Bakar As-Shiddiq R.A. adalah seorang sahabat yang terkenal karena keteguhan imannya, cerdas akal, tinggi akhlak, lemah lembut dan penyantun. Rasulullah S.A.W. pernah menyanjungi sahabatnya itu dengan sabdanya, "Jika ditimbang iman Abu Bakar As-Shiddiq dengan iman seluruh umat maka lebih berat lagi iman Abu Bakar. Demikian teguhnya iman  Abu Bakar R.A. sebagaimana pengakuan Rasulullah S.A.W. pada hadits tersebut. Gelaran Ash-Siddiq yang di berikan orang terhadap diri  Abu Bakar R.A. adalah di karenakan sikap serta pendiriannya yang teguh dalam membenarkan serta membela diri Rasulullah S.A.W. Andainya seluruh umat manusia akan mendustakan Muhammad S.A.W. Abu Bakar R.A. akan pasti pula tampil dengan penuh keyakinan untuk membelanya.

Tidak beberapa lama setelah memeluk agama Islam,  Abu Bakar yang terkenal sebagai saudagar yang kaya itu telah meninggalkan perdagangannya dan meninggalkan semua usaha peribadi lain-lainnya lalu menyerahkan segenap kekayaan dan jiwa raganya untuk melakukan penjuangan menegakkan Islam bersama Nabi Muhammad S.A.W. sehingga oleh karena kegiatannya maka Agama Islam mendapat kemegahan dengan Islamnya beberapa pemuda Quraisy yang lain seperti yang telah disebutkan tadi itu. Beliau telah mengorbankan seluruh harta bendanya untuk menebus orang-orang yang ditawan, orang-orang yang ditangkap atau disiksa. Selain dari pada itu beliau juga telah membeli hamba-hamba yang kemudian dimerdekakannya. Salah seorang hamba yang dibelinya lalu kemudian dibebaskan yang paling terkenal dalam sejarah ialah Bilal Bin Rabah.
Tatkala Nabi Muhammad selesai melakukan Isra' dan Mi’raj segolongan orang yang kurang mempercayai apa yang telah dikhabarkan Rasulullah S.A.W. telah pergi menemui  Abu Bakan R.A. untuk mendengarkan apa pendapatnya tentang dakwaan Muhammad S.A.W. itu. Tujuan kedatangan mereka mendapatkan Abu Bakar R.A. tidak lain dengan prasangka tentunya Abu Bakar R.A. kali ini akan mendustakan kisah yang tidak masuk akal pada fikiran mereka itu. Setelah pertanyaan itu disampaikan kepada Abu Bakar R.A. lalu beliau pun berkata, "Adakah Muhammad berkata begitu? Sahut mereka, "Benar! Maka ujar  Abu Bakar R.A. "Jika Muhammad berkata begitu maka sungguh benarlah apa yang diceritakan itu. Lalu mereka pun terus menyambung, "Engkau percaya hai Abu Bakar bahwa Muhammad sampai ke tanah Syam lebih sebulan perjalanan pulang, dalam waktu semalam tadi? Maka sahut Abu Bakar sungguh-sungguh, "Benar! Aku percaya! Malah lebih dari itu aku percaya kepadanya. Aku percaya akan berita dari langit yg diberitakannya baik pada waktu siang maupun di waktu malam! Demikian hebatnya sambutan sahabat yang paling utama itu. Karena tegas dan teguhnya iman beliau terhadap agama yang dibawa oleh Muhammad dan terhadap apa yang dikhabarkan oleh baginda maka beliau telah diberi oleh Rasulullah S.A.W. dengan gelaran As-Shiddiq, artinya yang benar.

Dan memanglah tidak mengherankan akan sikap Abu Bakar itu. Beliau telah kenal akan Muhammad S.A.W. bukan sehari dua hari, melainkan sudah boleh dikatakan seumur manusia. Beliau tahu bahwa sahabatnya itu berkata benar, tak pernah bohong. Mustahil baginda akan khianat kepada pengikutnya yang pencaya kepadanya. Beliau mengimani sahabatnya itu Pesuruh Allah Yang Maha Kuasa, menerima wahyu daripada Tuhannya. Beliau sudah bertahun-tahun mengikuti petunjuk yang diwahyukan oleh Allah S.W.T. kepada sahabatnya itu maka telah teguhlah iman dalam hatinya.

Tatkala keadaan kekejaman orang-orang musyrikin Quraisy terhadap kaum Muslimin yang sedikit jumlahnya di Mekah semakin hebat dan membahayakan, Nabi Muhammad S.A.W. telah mengadakan permusyawarahan di rumah  Abu Bakar R.A. untuk mencari jalan keluar daripada kesulitan yang sedang dihadapi oleh pihak kaum Muslimin. Ketika itulah Rasulullah S.A.W. menjelaskan kepada Abu Bakar R.A. bahwa Allah S.W.T. telah memerintahkan baginda supaya melakukan hijrah ke Madinah serta meminta  Abu Bakar R.A. supaya menemaninya dalam peristiwa hijrah tersebut. Dengan perasaan gembira tanpa sedikit kebimbanganpun  Abu Bakar R.A. menyambut permintaan Rasulullah S.A.W.

Dari pintu belakang rumah  Abu Bakar R.A. Rasulullah S.A.W. bersama-sama  Abu Bakar menuju ke Gunung Tsaur dan bersembunyi di gua yang diberi nama Gua Tsaur. Pada saat suasana amat kritis, Abu Bakar R.A. diserang rasa kegelisahan dan cemas karena khawatir kalau-kalau musuh dapat mengetahui di mana Rasulullah sedang bensembunyi, maka pada saat itu turun ayat suci Al Quran dari Surah Taubah yang isinya memuji  Abu Bakar As-Shiddiq, sebagai orang kedua sesudah Nabi s,a.w. dalam Gua Tsaur. Dalam pada itu Rasulullah S.A.W. pun mengerti akan situasi dan kegelisahan sahabatnya itu yang oleh karenanya Rasul berkata, "Apakah yang menggelisahkanmu, bukankah Allah bersama kita?

Kemudian Rasulullah S.A.W., diriwayatkan berkata selanjutnya untuk menghilangkan kebimbangan Abu Bakar, "Kiranya mereka masuk juga ke dalam gua ini kita masih dapat melepaskan diri dari pintu belakang itu, ujar Rasul sambil menunjukkan ke belakang mereka.  Abu Bakar R.A. pun menoleh ke belakang. Betapa terkejutnya beliau bila dilihatnya pintu belakang yang ditunjuk oleh Rasul itu, padahal pintu tersebut tadinya tidak ada sama sekali. Sebenarnya kebimbangan Abu Bakar R.A. tatkala di dalam gua itu bukanlah karena takutkan nyawanya akan diragut oleh pihak musuh tetapi yang lebih dibimbangkannya ialah keselamatan jiwa baginda Rasul. Beliau pernah berkata, "Yang saya bimbangkan bukanlah mengenai diri saya sendiri, kalau saya terbunuh, yang tewas hanyalah seorang manusia biasa. Tapi andaikata tuan sendiri dapat dibunuhnya maka yang akan hancur ialah satu cita-cita yang suci murni. Yang akan runtuh ialah keadilan dan yang akan tegak pula ialah kezaliman.

Ucapan antara dua orang sahabat tatkala dalam gua itu ada tersebut dalam Al Quran dalam Surah At-Taubah ayat 40: "Kalau kamu tidak menolongnya (Muhammad) ketika dia diusir oleh orang-orang kafir (dari kampung halamannya), dalam keadaan berdua orang saja di dalam suatu gua, Di kala itu dia (Muhammad) berkata kepada sahabat karibnya (Abu Bakar): Jangan engkau berdukacita; sesungguhnya Tuhan bersama kita. Tuhan menurunkan ketenanganNya kepadanya, dan dikuatkannya dengan lentera yang tidak kamu lihat. Dan Tuhan menjadikan perkataan orang yang kafir itu paling rendah dan perkataan Tuhan itu yang amat tinggi. Dan Tuhan Maha Kuasa dan Bijaksana.

Demikian satu lagi keistimewaan  Abu Bakar Ash-Siddiq sebagai seorang sahabat yang sama-sama mengalami kesukaran dan kepahitan bersama-sama Rasulullah dalam menyampaikan seruan Islam. Abu Bakar R.A. tidak bercerai jauh dengan baginda Rasul sepanjang hidupnya dan menyertai semua peperangan yang dihadapi oleh baginda. Beliau bukan saja berjuang menegakkan Agama Islam dengan segenap jiwa raganya bahkan juga dengan harta kekayaannya. Sungguh beliaulah yang paling banyak sekali berkorban harta untuk menegakkan Agama Islam. Bahkan seluruh kekayaannya telah habis dipergunakannya untuk kepentingan penjuangan menegakkan kalimah Allah. Di kalangan para sahabat beliaulah tergolong orang yang paling murah hati dan dermawan sekali.

Dalam Perang Tabuk misalnya, Rasulullah S.A.W. telah meminta kepada seluruh kaum Muslimin agar mengorbankan hartanya pada jalan Allah. Tiba-tiba datanglah  Abu Bakar R.A. membawa seluruh harta bendanya lalu meletakkannya di antara dua tangan baginda Rasul. Melihat banyaknya harta yang dibawa oleh  Abu Bakar R.A., bagi tujuan jihad itu maka Rasulullah S.A.W. menjadi terkejut lalu berkata kepadanya:
"Hal sahabatku yang budiman, kalau sudah semua harta bendamu kau korbankan apa lagi yang akan engkau tinggalkan buat anak-anak dan isterimu?

Pertanyaan Rasulullah S.A.W. itu dijawab oleh  Abu Bakar As-Shiddiq dengan tenang sambil tersenyum, ujarnya. "Saya tinggalkan buat mereka Allah dan Rasul-Nya.
Demikianlah kehebatan jiwa  Abu Bakar Ash-Siddiq, suatu contoh kemurahan hati yang memang tidak dijumpai bandingannya di dunia. Memandangkan besarnya pengorbanan beliau terhadap Islam maka wajarlah kalau Rasulullah bersabda bahwa tegaknya Agama Islam itu adalah lantaran harta benda Khadijah dan juga Abu Bakar As-Shiddiq. Tepatlah juga tatkala baginda bersabda bahwa kiranya iman seluruh umat ditimbang bersama iman  Abu Bakar R.A. maka akan lebih berat lagi iman  Abu Bakar R.A. Beliau memang manusia luar biasa kebesarannya yang telah ditakdirkan oleh Allah S.W.T. untuk menjadi teman akrab Rasulullah s.a.w.

Pada suatu ketika di saat Rasulullah membaca khutbah yang antara lain menyatakan bahwa kepada seseorang hamba Allah ditawarkan untuk memilih dunia dan memilih ganjaran yang tersedia di sisi Allah, dan hamba Allah tersebut tidak akan memilih dunia, melainkan memilih apa yang tersedia di sisi Tuhan. Maka ketika mendengar khutbah Nabi demikian itu  Abu Bakar R.A. lalu menangis tersedu-sedu, kerana sedih dan terharu sebab beliau mendengar dan mengerti bahwa yang dimaksud dalam isi khutbah tersebut ialah bahwa umur kehidupan Rasul di dunia ini sudah hampir berakhir. Demikian kelebihan  Abu Bakar R.A. di banding dengan para sahabat yang lain karena beliaulah yang mengetahui bahwa umur Rasul hampir dekat.

Keunggulan beliau dapat dilihat dengan jelas selepas wafatnya Rasulullah S.A.W. di kala mana umat Islam hampir-hampir menjadi panik serta tidak percaya kepada kewafatannya. Bahkan sahabat besar Umar Bin Khattab sendiri telah diselubungi kekacauan fikiran dan tampil ke muka umum dengan marah dan mengancam akan memenggal kepala siapa saja yang berani mengatakan baginda telah wafat. Ujar Umar r.a., "Rasulullah tidak wafat, dia hanya pergi menghadap Allah saja seperti perginya Nabi Musa yang telah menghilangkan diri dan kaumnya selama empat puluh hari, kemudian pulang semula kepada kaumnya.

Ketika kepanikan itu terjadi Abu Bakar sedang berada di suatu kampung. Tatkala berita kewafatan Rasulullah itu sampai kepadanya, beliau dengan segera menuju ke Madinah. Di sana beliau dapati ramai orang sedang berkumpul mendengarkan pidato  Umar Bin Khattab tadi. Tanpa berlama-lama lagi  Abu Bakar langsung menuju ke rumah puterinya Aisyah dan di sanalah beliau dapati tubuh Rasulullah S.A.W. terbujur di satu sudut rumah. Beliau lantas membuka wajah Rasulullah dan mengecupnya, sambil berkata, "Wahai, betapa cantiknya engkau ketika hidup dan betapa cantiknya pula engkau ketika wafat! Kemudian beliau pun keluar mendapatkan orang ramai yang sedang dalam panik itu lalu berkata dengan nada yang keras:

"Wahai kaum Muslimin! Barang siapa yang menyembah Muhammad, maka Muhammad telah mati. Tetapi barang siapa yang menyembah Allah maka Allah selama-lamanya hidup tidak mati. Seraya menyambung membacakan sepotong ayat dari Al Qur'an:
"Muhammad itu tidak lebih dari seorang rasul seperti rasul-rasul yang terdahulu darinya. Jika ia mati atau terbunuh pantaskah kamu kembali pada kekafiran. Barangsiapa yang kembali pada kekafiran, dia tidak akan membahayakan Allah sedikit pun dan sesungguhnya Allah akan memberi ganjaran kepada orang-orang yang bersyukur.

Sesaat setelah mendengar ayat itu,  Umar Bin Khattab pun langsung rebah hingga barulah beliau dan orang ramai Islam yang telah mendengar pidatonya tadi mendapat kepastian bahwa Rasulullah sudah wafat. Kaum Muslimin tentunya telah pernah dengar ayat ini sebelumnya, karena ayat itu telah turun semasa peperangan Uhud, ketika Rasulullah S.A.W. telah diberitakan mati terkorban dan menyebabkan banyak pejuang-pejuang Islam berundur ke Madinah. Tetapi mereka tidaklah memahami maksud ayat ini seperti yang difahami oleh  Abu Bakar R.A. Ini jelas membuktikan kecerdasan  Abu Bakar As-Shiddiq dalam memahami Islam.

Ketika Rasulullah S.A.W. wafat, baginda memang tidak meninggalkan pesan tentang siapa yang patut menggantikan baginda sebagai Khalifah umat Islam. Tetapi setelah lama berbincang kaum Muslimin dengan suara ramai memilih Abu Bakar As-Shiddiq sebagai Khalifah setelah namanya itu dicalonkan oleh  Umar Bin Khattab R.A. Pemilihan ini tentulah tepat sekali karena pada pandangan kaum Muslimin memang beliaulah yang paling layak sekali memegang kedudukan itu memandangkan kelebihan-kelebihannya dari para sahabat yang lain. Apalagi beliaulah yang pernah ditunjuk oleh baginda Rasul semasa hayatnya untuk menggantikan baginda sebagai imam sembahyang tatkala baginda sedang uzur.

Setelah dipilih oleh sebahagian besar umat ketika itu  Abu Bakar As-Shiddiq pun memberikan ucapannya yang terkenal yang antara lainnya baginda berkata:
"Wahai seluruh umat! Aku telah dipilih menjadi pemimpin kamu padahal aku ini bukanlah orang yang terbaik di antara kamu. Sebab itu jika pemerintahanku baik, maka dukunglah, tetapi jika tiada baik, maka perbaikilah. Orang yang lemah di antara kamu adalah kuat pada sisiku hingga aku harus menolongnya mendapatkan haknya, sedang orang yang kuat di antara kamu adalah lemah pada sisiku, hingga aku harus mengambil hak orang lain yang berada di sisi nya, untuk dikembalikan kepada yang berhak. Patuhlah kepadaku selama aku patuh kepada Allah dan Rasul-Nya. Akan tetapi jika aku mendurhakai Allah, maka kamu seluruhnya tak boleh lagi patuh kepadaku.
Aku dipilih untuk memimpin urusan ini padahal aku enggan menerimanya. Demi Allah aku ingin sekali kalau ada di antara kalian orang yang sudi untuk urusan ini. Ketahuilah jika kamu meminta kepadaku agar aku berbuat sebagaimana yang telah dilakukan oleh Rasulullah S.A.W. sungguh aku tidak dapat menyamainya, Rasulullah adalah seorang hamba Allah yang dapat kurnia wahyu dari Tuhan, karena itu baginda terpelihara dari kesalahan-kesalahan, sedang aku ini hanyalah manusia biasa yang tidak ada kelebihannya di antara kamu.

Ini adalah satu pembaharuan dalam pemerintahan yang belum pernah dikenali oleh rakyat jelata kerajaan Rum (Romawi) dan Parsi (Persia) yang memerintah dunia barat dan timur ketika itu. Baginda telah mematuhi manifestasi politiknya. Baginda hidup seperti rakyat biasa dan sangat tidak suka di agung-agungkan. Di riwayatkan bahwa pada satu masa ada orang memanggilnya, "Ya Khalifah Allah! Baginda dengan segera memotong perkataan orang itu dengan berkata:
"Saya bukan Khalifah Allah, saya hanya Khalifah RasulNya!”

Di riwayatkan bahwa pada keesokan harinya yaitu sehari setelah baginda terpilih sebagai Khalifah, Abu Bakar R.A. kelihatan membawa barang perniagaannya ke pasar. Beberapa orang yang melihat itu lalu mendekati baginda, di antaranya Abu Ubaidah Bin Jarrah. Sahabat besar itu mendekati baginda seraya berkata, "Urusan Khalifah itu tidak boleh dicampuri dengan berniaga! Lalu Abu Bakar R.A. bertanya, "Jadi dengan apakah aku hidup, dan bagaimana aku membelanjai rumah tanggaku? Demikian sedihnya nasib yang menimpa  Abu Bakar R.A. sebab walaupun kedudukannya sebagai Kepala Negara namun belum ada ketetapan gaji seorang kepala pemerintah Islam.

Keadaan ini mendapat perhatian dari para sahabat lalu mereka menentukan tunjangan secukupnya buat baginda dan buat keluarga baginda yang diambil dari Baitul Mal. Setelah itu barulah Khalifah Abu Bakar meninggalkan usaha perniagaannya karena hendak memusatkan seluruh tenaganya untuk mengembangkan agama Islam dan menjalankan tanggungjawabnya sebagai seorang Khalifah. Semasa bertugas sebagai Khalifah umat Islam baginda hanya menerima hak sebanyak enam ribu dirham saja setahun yaitu kira-kira lebih kurang 1.200 dolar saja dalam setahun. Gaji itu tidak dibelanjakannya untuk keperluan dirinya malahan sebelum wafatnya baginda telah memerintahkan supaya pendapatannya itu diserahkan kembali kepada Baitul Mal.

Kebijaksanaan Abu Bakar R.A. juga ternyata dalam aturannya menyamakan pemberian bantuan kepada orang-orang yang berhak agar mereka tidak dipisahkan oleh jurang-jurang perbedaan yang jauh agar tidak lahir satu golongan yang mendapat kedudukan yang lebih istimewa dari golongan-golongan yang lain. Sedangkan baginda sendiri hanya mengambil sekadar keperluan-keperluan dasar buat diri dan keluarganya.

Sebelum baginda wafat, kepada  Umar Bin Khattab baginda telah mewasiatkan agar jangan menghiraukan jenazahnya nanti bila baginda pulang ke rahmatullah, melainkan haruslah dia segera mengirim bala tentara ke Iraq untuk membantu Al Muthanna yang sedang bertempur di Iraq itu.  Abu Bakar R.A. tidak lupa mengingatkan  Umar R.A. apa yang dikerjakannya di waktu Rasulullah wafat dan bagaimana cintanya kepada Rasul dan perhatiannya kepada jenazah baginda yang suci itu tidak mengabaikannya dari melaksanakan kewajiban biarpun yang demikian itu amat berat bagi jiwanya. Dengarlah antara lain kata-katanya kepada Umar Bin Khattab R.A.:
"Dengarlah hai Umar! Apa yang akan kukatakan ini dan laksanakanlah. Aku mengharap akan kembali ke hadirat Allah hari ini sebab itu sebelum matahari terbit pada esok hari engkau hendaknya telah mengirim bala hantuan kepada Al Muthanna. Janganlah hendaknya sesuatu bencana bagaimana pun besarnya dapat melupakan kamu dan urusan agama dan wasiat Tuhan. Engkau telah melihat apa yang telah ku lakukan tatkala Rasulullah wafat sedang wafatnya Rasulullah itu adalah satu bencana yang belum pernah manusia ditimpa bencana yang sebesar itu. Demi Allah, andaikata di waktu itu aku melalaikan perintah Allah dan Rasul-Nya, tentu kita telah jatuh dan mendapat siksaan Allah, dan pasti pula kota Madinah ini telah jadi lautan api.

Dalam masa pemerintahannya yang singkat  Abu Bakar As-Shiddiq yang memerintah hanya dalam masa dua tahun saja itu telah meletakkan asas pembangunan sebuah pemerintahan Islam yang teguh dan kuat setelah berjaya mengatasi berbagai macam masalah dalam negeri dengan segala kebijaksanaan dan kewibawaannya. Baginda telah memenuhi segenap janji-janjinya dan dalam masa dua tahun pemerintahannya itu telah terbentuk rantai sejarah Islam yang merupakan lembaran-lembaran yang abadi.

Sungguh kehidupan  Abu Bakar As-Shiddiq adalah penuh dengan nasihat, penuh dengan ajaran serta kenang-kenangan yang indah mulia. Selama dua tahun pemerintahannya itu baginda telah berjaya menyusun pilar-pilar pokok dari kekuatan Islam. Baginda telah membangunkan kekuatan-kekuatan yang penting bagi memelihara kepercayaan kaum Muslimin dan bagi memelihara keagungan Agama Islam. Bahkan baginda telah mengakhiri riwayat pemerintahan yang dipimpinnya dengan menundukkan sebahagian daripada negeri Syam dan sebahagian daripada negeri Iraq, lalu pulang ke rahmatullah dengan dada yang lapang, ketika umur baginda menginjak 63 tahun. Baginda dikebumikan di samping makam Rasulullah S.A.W. di Masjid Nabawi Madinah. Semoga riwayat serta penjuangan baginda menjadi contoh yang patut di teladani bagi seluruh kaum Muslimin.

Saturday 28 December 2013

Ebook Alqur'an

Ebook Alqur'an lengkap dengan terjemahannya (bahasa Indonesia).

Format File : WinRar Archive

Ukuran File : 1,185 KB atau 1,2 MB

Download Via : 4shared.com
-------------------------------------------



Cara download :
1. Klik link berikut : download ebook Alqur'an
2. Secara otomatis anda masuk ke situs adf.ly, lihat pada sudut kanan atas, tunggu sampai hitungan mundur selesai dan muncul tombol kuning bertuliskan "Skip Ad". Jika sudah muncul klik tombol tersebut dan tunggu sampai anda masuk situs 4shared.com. Selamat mendownload.

Kalender Hijriyah 1435 H / 2014 M


Fiqih Wudhu

Wudhu merupakan salah satu amalan ibadah yang agung di dalam Islam. Secara bahasa, wudhu berasal dari kata Al-Wadha’ah, yang mempunyai arti kebersihan dan kecerahan. Sedangkan menurut istilah, wudhu adalah menggunakan air untuk anggota-anggota tubuh tertentu (yaitu wajah, dua tangan, kepala dan dua kaki) untuk menghilangkan hal-hal yang dapat menghalangi seseorang untuk melaksanakan shalat atau ibadah yang lain.

Dalil-Dalil Disyariatkannya Wudhu
Dalil dari Al-Qur’an
Allah berfirman yang artinya, “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan taganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuhlah) kakimu sampai dengan kedua mata kaki.” (QS. Al-Maidah: 6)

Dalil dari As-Sunnah
  1. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya aku diperintahkan untuk berwudhu apabila hendak mengerjakan shalat.” (HR. At-Tirmidzi, Abu Dawud, An-Nasa’i dengan derajad shahih)
  2. Hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ” Tidak diterima shalat salah seorang dari kalian apabila ia berhadas, hingga ia berwudhu.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dalil Ijma’
Para ulama telah sepakat bahwa tidak sah shalat tanpa bersuci, jika dia mampu untuk melakukannya.
Begitu penting dan agungnya perkara wudhu ini, sampai-sampai dikatakan bahwa tidak sah shalat seseorang tanpa berwudhu, maka sudah selayaknya bagi setiap muslim untuk menaruh perhatian yang besar terhadap permasalahan ini dengan berusaha memperbagus wudhunya yaitu dengan memperhatikan syarat, kewajiban serta sunnah-sunnah wudhu.
Syarat-syarat Wudhu
Yang dimaksud dengan syarat-syarat wudhu adalah perkara-perkara yang harus dipenuhi oleh orang yang hendak berwudhu. Di antara syarat-syarat wudhu adalah:
  1. Islam.
    Wudhu merupakan salah satu bentuk ibadah dalam Islam di mana orang yang melakukannya dengan ikhlas serta sesuai dengan tuntunan Allah akan diberi pahala. Adapun orang kafir, amalan-amalan mereka seperti debu yang beterbangan yang tidak akan diterima oleh Allah ta’ala.
  2. Berakal
  3. Tamyiz (Dewasa)
  4. Niat
    Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ” Sesungguhnya amal itu tergantung niatnya, dan setiap orang hanyalah mendapatkan apa yang diniatkannya. ” (HR. Bukhari dan Muslim). Oleh karena itu, orang yang dhohirnya (secara kasat mata) berwudhu, akan tetapi niatnya hanya sekedar untuk mendinginkan badan atau menyegarkan badan tanpa diniati untuk melaksanakan perintah Allah dan Rasul-Nya dalam berwudhu serta menghilangkan hadats, maka wudhunya tidak sah. Dan yang perlu untuk diperhatikan, bahwa niat di sini letaknya di dalam hati dan tidak perlu dilafazkan.
  5. Tasmiyah
    Yang dimaksud dengan tasmiyah adalah membaca “bismillah”. Boleh juga apabila ditambah dengan “Ar-Rohmanir Rohim“. Tasmiyah ketika hendak memulai shalat merupakan syarat sah wudhu berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Tidak ada shalat bagi orang yang tidak berwudhu dan tidak ada wudhu bagi orang yang tidak menyebut nama Allah (bertasmiyah, pen). ” (HR. Ibnu Majah, hasan)
  6. Menggunakan air yang suci
    Air dikatakan suci atau masih suci manakala tidak tercampur oleh zat/barang yang najis sehingga menjadi berubah salah satu dari tiga sifat, yaitu bau, rasa dan warnanya. Apabila air telah terkena najis, misalnya air kencing atau yang lainnya, kemudian menjadi berubah salah satu dari ketiga sifat di atas maka air tersebut telah menjadi tidak suci lagi berdasarkan ijma’. Apabila air tersebut tercampuri oleh sesuatu yang bukan najis, maka air tersebut masih boleh dipakai untuk berwudhu apabila campurannya hanya sedikit. Namun apabila campurannya cukup banyak sehingga menjadikan air tersebut tidak bisa dikatakan lagi sebagai air, maka air yang telah berubah ini tidak dapat dipakai untuk berwudhu lagi karena sudah tidak bisa dikatakan lagi sebagai air. Misalnya, ada air yang suci sebanyak 1 liter. Air ini kemudian dicampur dengan 5 sendok makan susu bubuk dan diaduk. Maka campuran air ini tidak bisa lagi dipakai untuk berwudhu karena sudah berubah namanya menjadi “susu” dan tidak dikatakan sebagai air lagi.
  7. Menggunakan air yang mubah
    Apabila air diperoleh dengan cara mencuri, maka tidak sah berwudhu dengan air tersebut. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Sesungguhnya Allah Ta’ala itu Maha Baik. Dia tidak menerima sesuatu kecuali yang baik.” (HR. Muslim). Sudah dimaklumi, bahwa mencuri merupakan perbuatan yang tidak baik dan keharamannya sudah jelas. Oleh karena itu, air hasil curian (yang merupakan barang yang tidak baik) tidak sah digunakan untuk berwudhu.
  8. Menghilangkan sesuatu yang menghalangi sampainya air ke kulit.
    Tidak sah wudhu seseorang yang memakai kutek atau yang lainnya yang dapat menghalangi sampainya air ke kulit.
Rukun-Rukun Wudhu
Rukun wudhu dikenal pula sebagai kewajiban wudhu yaitu perkara-perkara yang harus dilakukan oleh orang yang berwudhu agar wudhunya menjadi sah. Di antara rukun-rukun wudhu adalah:

1. Mencuci seluruh wajah
Wajah adalah sesuatu yang tampak pada saat berhadapan. Batasan wajah adalah mulai dari tempat tumbuhnya rambut bagian atas dahi hingga bagian paling bawah dari jenggot atau dagu (jika memang tidak punya jenggot). Ini bila ditinjau secara vertikal. Adapun batasan wajah secara horizontal adalah dari telinga hingga ke telinga yang lain.
Mencuci wajah merupakan salah satu rukan wudhu, artinya tidak sah wudhu tanpa mencuci wajah. Allah berfirman yang artinya, “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat maka basuhlah mukamu.” (QS. Al-Maidah: 6)
Termasuk salah satu kewajiban dalam wudhu adalah menyela-nyela jenggot bagi yang memiliki jenggot yang lebat berdasarkan hadits Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu bahwasanya apabila Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berwudhu, beliau mengambil setelapak air kemudian memasukkannya ke bawah dagunya selanjutnya menyela-nyela jenggotnya. Kemudian bersabda, “Demikianlah Rabbku memerintahkanku.” (HR. Abu Dawud, Al-Baihaqi, Al-Hakim dengan sanad shahih lighoirihi).
Perlu untuk diperhatikan bahwa pegertian mencuci wajah termasuk di dalamnya madhmadhoh (berkumur-kumur) dan istinsyaq (memasukkan air dan menghirupnya hingga ke bagian dalam hidung). Hal ini karena mulut dan hidung juga termasuk bagian wajah yang harus dicuci. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apabila salah seorang dari kalian berwudhu hendaklah ia melakukan istinsyaq.” (HR. Muslim). Adapun tentang madhmadhoh, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika engkau berwudhu, maka lakukanlah madhmadhoh.” (HR. Abu Dawud, Tirmidzi, Nasa’i dan Ibnu majah dengan sanad yang shahih)
Sehingga orang yang berwudhu tanpa disertai dengan madhmadhoh dan istinsyaq maka wudhunya tidak sah.

2. Mencuci kedua tangan hingga siku
Para ulama telah bersepakat tentang wajibnya mencuci kedua tangan ketika berwudhu. Allah berfirman yang artinya, “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat maka basuhlah mukamu dan juga tanganmu sampai dengan siku.” (QS. Al-Maidah: 6)
Perlu untuk diperhatikan bahwa siku adalah termasuk bagian tangan yang harus disertakan untuk dicuci.

3. Mengusap kepala serta kedua telinga
Allah berfirman yang artinya, “… dan usaplah kepalamu.” (QS. Al-Maidah: 6). Yang dimaksud dengan mengusap kepala adalah mengusap seluruh bagian kepala mulai dari depan hingga belakang. Adapun apabila seseorang mengenakan sorban, maka cukup baginya untuk mengusap rambut di bagian ubun-ubunnya kemudian mengusap sorbannya. Demikian pula bagi wanita yang mengenakan kerudung.
Adapun mengusap kedua telinga hukumnya juga wajib karena termasuk bagian dari kepala. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Kedua telinga termasuk kepala.” (HR. Ibnu Majah, shahih). Mengusap kedua telinga ini dilakukan setelah mengusap kepala dengan tanpa mengambil air yang baru.

4. Mencuci kedua kaki hingga mata kaki.
Allah berfirman yang artinya,” dan (cucilah) kakimu sampai kedua mata kaki.” (QS. Al-Maidah: 6)
Perlu untuk diperhatikan bahwa kedua mata kaki adalah termasuk bagian kaki yang harus disertakan untuk dicuci. Adapun menyela-nyela jari-jari kaki hukumnya juga wajib apabila memungkinkan bagian antar jari tidak tercuci kecuali dengan menyela-nyelanya.

5. Muwalaat (berturut-turut)
Muwalat adalah berturut-turut dalam membasuh anggota wudhu. Maksudnya adalah sebelum anggota tubuh yang dibasuhnya mengering, ia telah membasuh anggota tubuh yang lainnya.
Dalilnya adalah hadits Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu bahwasanya ada seorang laki-laki yang berwudhu dan meninggalkan bagian sebesar kuku pada kakinya yang belum tercuci. Ketika beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam melihatnya maka beliau bersabda, “Kembalilah dan perbaikilah wudhumu!” (HR. Muslim). Dalam suatu riwayat dari sebagian sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Bahwasanya Nabi melihat seseorang sedang shalat, sementara di bagian atas kakinya terdapat bagian yang belum terkena air sebesar dirham. Maka Nabi memerintahkannya untuk mengulangi wudhu dan shalatnya.” (HR. Abu dawud, shahih). Dari hadits di atas, dapat kita ketahui bahwa muwalaat merupakan salah satu rukun wudhu. Hal ini karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah mencukupkan diri dalam memerintahkan orang yang belum sempurna wudhunya untuk mencuci bagian yang belum tercuci sebelumnya, namun beliau memerintahkan orang tersebut untuk mengulangi wudhunya.

SUNNAH-SUNNAH WUDHU
Yang dimaksud sunnah-sunnah wudhu adalah hal-hal yang menyempurnakan wudhu. Di dalamnya terdapat tambahan pahala. Adapun jika hal-hal tersebut ditinggalkan, wudhunya tetap sah. Di antara sunnah-sunnah wudhu adalah:

1. Bersiwak
Siwak diambil dari kata saka, yang artinya adalah menggosok. Sedangkan menurut istilah, yang dimaksud dengan bersiwak adalah menggunakan kayu siwak atau sejenisnya pada gigi untuk menghilangkan warna kuning atau yang lainnya.
Bersiwak ini sangat dianjurkan tatkala hendak berwudhu berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Seandainya aku tidak khawatir memberatkan umatku, niscaya telah kuperintahkan mereka untuk bersiwak setiap kali berwudhu.” (HR. Ahmad, dalam Shohihul jami’)

2. Mencuci kedua telapak tangan
Yang dimaksud adalah mencuci kedua telapak tangan sebelum wudhu ketika hendak mencuci wajah. Hal ini dilakukan masing-masing sebanyak tiga kali berdasarkan hadits Utsman tentang sifat (cara) wudhu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “…lalu beliau menuangkan (air) di atas telapak tangannya tiga kali kemudian mencucinya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

3. Madhmadhoh (berkumur-kumur) dan istinsyaq (memasukkan air ke dalam hidung) dari satu telapak tangan sebanyak tiga kali.
Hal ini berdasarkan hadits Abdullah bin Zaid radhiyallahu ‘anhu yang mengajarkan tentang sifat wudhu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ” Bahwasanya beliau berkumur-kumur dan istinsyaq dari satu telapak tangan. Beliau melakukan hal itu sebanyak tiga kali.” (HR. Muslim). Termasuk sunnah dalam wudhu adalah bersungguh-sungguh tatkala beristnsyaq (memasukkan air ke dalam hidung), kecuali bagi orang yang bepuasa. Hal ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Bersungguh-sunguhlah dalam beristinsyaq, kecuali kamu dalam keadaan berpuasa. (HR. Abu Dawud, Nasa’i, Ibnu Majah, Ahmad dengan sanad yang shahih)
Perlu untuk diketahui bahwa bermadhmadhoh serta beristinsyaq dalam wudhu hukumnya wajib (sebagaimana penjelasan yang terdahulu tentang rukun-rukun wudhu). Adapun bermadhmadhoh dan beristinsyaq dengan menggunakan satu telapak tangan serta melakukannya sebanyak tiga kali hukumnya hanyalah sunnah. Demikian pula bersungguh-sungguh dalam beristinsyaq tatkala berwudhu selain bagi orang yang berpuasa, ini pun hukumnya hanyalah sunnah.

4. Tayamun
Yang dimaksud dengan tayamun adalah mencuci anggota wudhu dengan memulainya dari bagian anggota wudhu yang kanan dulu kemudian ke bagian yang kiri pada saat mencuci kedua tangan atau kaki.
Dalilnya adalah perbuatan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana diriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu tatkala menceritakan sifat wudhu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu berkata, “…Kemudian beliau mengambil seciduk air lalu mencuci tangan kanannya, kemudian mengambil seciduk air lalu mencuci tangan kirinya. Kemudian beliau mengusap kepalanya. Selanjutnya beliau mengambil seciduk air lalu menyiramkannya pada kaki kanannya hingga mencucinya. Kemudian beliau mengambil seciduk air lagi lalu mencuci kaki kirinya.” (HR. Bukhari)

5. Mencuci anggota-anggota wudhu sebanyak tiga kali.
Hali ini merupakan cara wudhu yang paling sempurna berdasarkan hadits A’robi (arab badui) tatkala ia bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang wudhu, kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarinya tiga kali-tiga kali. Selanjutnya beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Inilah cara berwudhu...” (HR. Nasa’i, Ibnu Majah dan Ahmad, shohih). Juga berdasarkan hadits Utsman radhiyallahu ‘anhu yang suatu ketika memperlihatkan cara wudhu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Utsman radhiyallahu ‘anhu berwudhu tiga kali tiga kali kemudian berkata, “Aku melihat Nabi berwudhu seperti wudhuku ini…” (HR. Bukhari dan Muslim). Adapun berwudhu sekali-sekali ataupun dua kali dua kali, ini pun juga diperbolehkan karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga pernah melakukannya.

6. Berdoa setelah wudhu
Berdoa setelah wudhu merupakan salah satu amalan yang sangat dianjurkan, berdasarkan hadits dari Umar radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidaklah salah seorang di antara kalian berwudhu dengan sempurna, kemudian mengucapkanAsyhadu allaa ilaha illallah wahdahu laa syarika lahu, wa asyhadu anna muhammdan abduhu wa rosuluhukecuali dibukakan baginya delapan pintu surga dan ia boleh masuk dari pintu mana saja yang ia suka.” (HR. Muslim). Di dalam lafadz Tirmidzi ada tambahan bacaan, “Allahumma ij'alni minattawwabiin wa ij’alni minal mutathohhiriin.” (HR. Tirmidzi, shahih)

7. Shalat dua rakaat setelah wudhu
Amalan ini mempunyai nilai yang sangat agung di dalam Islam berdasarkan hadits Utsman radhiyallahu ‘anhu. Tatkala Utsman radhiyallahu ‘anhu selesai mempraktekkan cara wudhu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau berkata, “Aku melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berwudhu seperti wudhuku ini, kemudian beliau bersabda, ‘Barang siapa berwudhu seperti wudhuku ini, kemudian shalat dua rakaat dengan penuh kekhusyukan, maka Allah akan mengampuni dosanya yang telah lalu.’” (HR. Bukhari dan Muslim)
Demikian beberapa syarat, rukun dan sunnah-sunnah wudhu yang hendaknya menjadi perhatian bagi kita semua untuk kita amalkan agar wudhu kita sesuai dengan petunjuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sebenarnya ada beberapa permasalahan di atas yang masih menjadi perselisihan para ulama tentang pengelompokannya menjadi syarat, rukun atau sunnah wudhu, akan tetapi sengaja tidak kami tampilkan dan hanya dipilih yang paling kuat pendapatnya menurut penulis untuk mempermudah pembahasan. Mudah-mudahan Allah memberikan taufik kepada penulis dan menjadikan tulisan ini sebagai tabungan amal shalih bagi penulis di akhirat kelak serta bermanfaat bagi para pembaca sekalian.

Friday 27 December 2013

Najis

Najis menurut bahasa adalah sesuatu yang kotor (menjijikkan). Sedangkan menurut syara’ adalah sesuatu yang dianggap kotor dan mencegah sahnya shalat tanpa ada hal yang meringankan. Contoh-contoh najis diantaranya :

  1. Segala sesuatu yang keluar dari qubul dan dubur, kecuali mani (sperma)
  2. Bangkai, kecuali manusia, ikan dan belalang
  3. Darah
  4. Nanah
  5. Anjing dan babi
  6. Minuman keras seperti arak dan sebagainya yang memabukan.
  7. Bagian anggota badan binatang yang terpisah karena dipotong dan sebagainya selagi masih hidup.
Macam-Macam Najis dan Cara Men-sucikannya
Najis dibagi menjadi tiga , Yaitu :
 
1. Najis Mukhaffafah ( najis ringan )
Adalah najis yang disebabkan karena air kencing bayi laki-lakiyang belum sampai 2 tahun dan ia masih belum makan apa – apa kecuali air susu.
Cara mensucikannya: Ialah cukup dengan memercikan air pada tempat yang terkana najis
 
2. Najis Mughalladzah ( najis berat )
    Adalah Najis yang berasal dari anjing dan babi atau yang dilahirkan dari keduanya atau dari salah satunya.
Cara mensucikan: Ialah dengan menggunakan air yang suci kemudian membasuh tempat najis itu sebanyak tujuh kali dan pada salah satunya air tersebut disertai dengan debu yang mensucikan atau yang tidak najis atau yang bukan bekas dipakai dalam tayammum.
 
Aturannya Ada tiga cara :
a. Mencampur air dengan debu sebelum diletakkan di atas tempat najisnya. 
b. Mengenakan air terlebih dahulu di atas tempat najisnya sebelum menggunakan debu , baru kemudian di atasnya diberi debu. 
c. Meletakkan debu terlebih dahulu , kemudian dituangkan air di atasnya.
 
3. Najis Mutawassithah ( najis sedang ) 
Adalah selain dari apa yang disebutkan tadi. Najis ini dibagi menjadi dua, yaitu :
a. Najis Hukmiyah , yaitu najis yang tidak mempunyai dzat (bentuk), rasa, warna dan bau, seperti bekas air kencing atau kotoran
Cara mensucikannya:  Adalah dengan menuangkan air diatas tempatnya sekalipun hanya sekali dan tidak disengaja.
b. Najis ‘Ainiyah ,yaitu najis yang mempunyai dzat ( bentuk ),rasa , warna  dan bau.
Cara mensucikannya: Adalah dibasuh sekali dan disyaratkan agar dzat najisnya itu hilang,  Adapun sifat – sifatnya (rasa, warna dan bau), apabila hanya tinggal rasanya saja yang bersisa maka ia najis selama ia tidak sulit untuk dihilangkan. Batasan sulitnya adalah bahwa najis itu tidak dapat hilang kecuali dengan memotongnya.Pada saat itu tempat tersebut dihukumi najis yang dapat di maafkan. Dan jika setelah itu dapat dihilangkan maka wajib dihilangkan dan baginya tidak wajib mengulangi shalat yang telah dilakukan sebelumnya. Jika najis itu sulit hilang, maka wajib menggunakan sabun dan yang semacamnya kecuali bila dalam keadaan udzur. Jika warna dan baunya masih bersisa, maka hukumnya dimaafkan.
 
Akan tetapi apabila yang tersisa itu hanya warnanya saja atau baunya saja , maka tempat tersebut suci bila sangat sulit untuk menghilangkannya. Batasan sulit disini adalah bahwa najis itu tidak hilang dengan digosok memakai air sebanyak 3 kali. Dan bila setelah itu dapat dihilangkan, maka ia tidak wajib mensucikan tempat tersebut.
 
Adapun cara mensucikan tanah yang terkena najis Mutawassithah yang cair, seperti air kencing adalah dengan memenuhkan (menggenangkan) air padanya, yaitu apabila tanah itu menyerap najis. Jika ia tidak menyerap najis, maka harus dengan mengeringkannya terlebih dahulu kemudian dituangkan kepadanya air sekalipun hanya sekali.
 
Sedangkan cara mensucikan tanah dari najis yang padat adalah cukup dengan mengangkat najis tersebut dari tanah itu, yaitu bila ia belum terkena najisnya. Jika najis tersebut basah dan tanah itu terkena najisnya, maka hendaklah najis tersebut diangkat dari tanah itu kemudian dituangkan air diatas najisnya hingga menyeluruh.
 
NAJIS YANG DIMAAFKAN ( MA’FU )
Najis yang dimaafkan artinya tidak usah dibasuh / dicuci. Ada beberapa perkara lain yang dapat dimaafkan :
  1. Sesuatu yang tidak dapat dilihat dengan penglihatan yang normal dari jenis najis, walaupun najis tersebut mughalladzah.
  2. Asap barang najis yang sedikit yang terpisah dari barang najis itu dengan perantaraan api. Berbeda halnya dengan uap yang terpisah dari sesuatu tanpa perantaraan api , maka ia adalah suci.
  3. Bekas sisa yang terdapat pada tempat Istinja’ ( Qubul dan Dubur ) yang menggunakan batu , maka ia di maafkan bagi orang yang bersangkutan dan tidak bagi lainnya. Jika ia masuk kedalam air yang sedikit kemudian bekas istinja’ itu mengenai air tersebut, maka ia telah ternajisi.
  4.  Debu jalan yang bercampur dengan sesuatu yang benar – benar najis. Bila ia meragukan atau menduga bahwa debu itu najis, berarti debu itu suci dan tidak lagi sebagai najis yang dimaafkan.
  5. Roti yang dibakar atau dipendam dalam abu bakar yang najis, sekalipun sebagian dari abu bakar itu melekat padanya, maka yang demikian itu dimaafkan sekalipun abu tesebut mudah dihilangkan dari roti tersebut. Dan apabila ia meletakkannya dalam susu dan yang semacamnya sedangkan bekas abu tersebut menjadi jelas pada susu itu, atau mengena pakaian maka ia dimaafkan juga.
  6. Ulat buah – buahan atau keju apabila ia mati didalamnya. Bangkai ulat tersebut adalah najis yang dapat dimaafkan.
  7. Benda – benda cair najis yang dapat digunakan untuk obat – obatan dan bau – bauan yang wangi untuk memperbaiki ( bau ) obat itu, maka ia dimaafkan dalam kadar untuk maksud perbaikan tersebut.
  8. Pakaian yang dihamparkan diatas tembok yang dibangun dengan menggunakan abu bakar yang najis, maka ia dimaafkan dari ( najis ) abu yang mengena pakaian tersebut, karena yang demikian itu sulit untuk dihindari.
  9. Tetesan telur kutu.
  10. Tahi (Kotoran) Lalat ,sekalipun banyak
  11. Tanah kuburan yang terbongkar.
  12. Bulu najis yang sedikit dari binatang selain anjing dan babi atau yang dilahirkan dari keduanya atau dari salah satunya yang dihasilkan dari hubungan dengan binatang lainnya. Adapun bulu anjing dan babi yang sedikit, maka ia tidak dapat di maafkan sebagaimana tidak dapat di maafkan banyaknya. Kecuali bagi tukang potong bulu binatang ( selain anjing dan babi ) atau penunggangnya, karena yang demikian itu sulit untuk dihindari.
  13. Tahi ( Kotoran ) ikan yang terdapat dalam air selama ia tidak mengubah air itu dan tidak meletakkan suatu campuran apapun didalamnya.
  14. Sisa darah yang terdapat pada daging atau tulang, maka ia dimaafkan bila memasukannya kedalam periuk sebelum mencuci darahnya, sekalipun air dagingnya itu menjadi berubah karenanya. Dan jika darah itu dicuci dari daging dan tulang tersebut sebelum dimasukkan kedalam periuk sehingga airnya itu dapat berpisah dalam keadaan jernih, maka pisahan air itu suci, jika tidak berpisah dalam keadaan jernih, maka pisahan air itu najis dan tidak dimaafkan. Sedangkan sisa – sisa warna darah itu tidak najis, karena hal itu tidak mungkin untuk dibersihkan sebersih – bersihnya, maka cukup dicuci sebagaimana biasanya dan selebihnya dari itu dimaafkan.
  15. Air liur orang tidur yang dengan jelas keluar dari dalam perut, misalnya berwarna kuning dan berbau busuk, ia dimaafkan bagi orang yang bersangkutan yang terbasahi dengannya sekalipun banyak dan mengalir.
  16. Kotoran unta dan binatang lainnya yang semacam dengannya adalah dimaafkan apabila mengena seseorang yang membersihkan kotoran itu sebagaimana juga orang yang menghalaunya dan sebagainya.
  17. Tahi dan kencing binatang ternak yang mengena bebijian ketika ia ditebah.
  18. Tahi tikus yang jatuh kedalam kolam jamban yang digunakan untuk beristinja’ maka ia dimaafkan bila sedikit dan tidak sampai mengubah salah satu sifat air tersebut.
  19. Benda cair yang dijatuhi binatang mati yang tidak mempunyai darah mengalir,seperti semut,cecak, lalat kuda, lebah, belalang, kecoa dan semacamnya, maka benda cair yang ternajisi oleh sesuatu yang jatuh dan mati didalamnya itu dapat dimaafkan bila yang jatuh itu dengan sendirinya kedalam air atau kedalam sesuatu yang cair ( misalnya kena angin ), maka yang demikian itu tidak menajiskan, kecuali bila air itu berubah. Sedang apabila najis itu dilempar oleh seseorang atau binatang kedalamnya lalu air tersebut menjadi berubah karena najis tadi, maka air tersebut menjadi najis pula dan tidak di maafkan.
 

Masukan Email Anda :

Layanan ini dipersembahkan oleh : FeedBurner

Referral Banners
make cash