photo tumblr_mc3zctVOZl1r3gb3zo2_400.gif

Sunday 29 December 2013

Sejarah Islamnya Abu Bakar Ash-Siddiq r.a.

Nama Abu Bakar As-Shiddiq R.A. tentu tidak asing lagi bagi seluruh umat Islam, baik dahulu maupun sekarang. Dialah manusia yang dianggap paling istimewa sepanjang sejarah penyebaran Islam sesudah Rasulullah S.A.W. Kemuliaan akhlaknya, kemurahan hatinya dalam mengorbankan harta benda dan kekayaannya, kebijaksanaannya dalam menyelesaikan masalah umat, ketenangannya dalam menghadapi kesukaran, kerendahan hatinya ketika berkuasa serta tutur bahasanya yang lembut lagi menarik sukar dicari bandingannya baik dahulu maupun sekarang. Dialah tokoh sahabat terbilang yang paling akrab dan paling disayangi oleh Rasulullah S.A.W.

Nama asli Abu Bakar As-Shiddiq adalah Abdullah Bin Qahafah. Sebelum datangnya Islam, beliau adalah seorang saudagar yang sangat kaya raya dari kalangan keluarga bangsawan yang sangat dihormati oleh masyarakat Quraisy. Bahkan sebelum memeluk Islam, Abu Bakar telah terkenal sebagai seorang pembesar Quraisy yang tinggi akhlaknya dan tidak pernah minum arak sebagaimana yang lazimnya dilakukan oleh pembesar-pembesar Quraisy yang lain pada masa itu.

Dari segi umur,  Abu Bakar R.A. berumur dua tahun lebih muda dari Rasulullah S.A.W. dan telah menjalin persahabatan yang akrab dengan baginda Rasul lama sebelum Rasulullah S.A.W. di angkat menjadi Rasul. Beliaulah tokoh sahabat besar yang dianggap paling banyak sekali berkorban harta benda untuk menegakkan agama Islam di sisi Nabi Muhammad S.A.W. Karena besarnya pengorbanan beliau itulah Rasulullah S.A.W. pernah mengatakan bahwa Islam telah tegak di atas harta Khadijah dan pengorbanan  Abu Bakar R.A. Adapun gelaran As-Shiddiq yang di berikan kepadanya itu adalah karena sikapnya yang selalu membenarkan apa saja kata-kata maupun perbuatan Nabi Muhammad S.A.W. Dalam hal ini ada baiknya kita petik suatu kisah seperti yang diriwayatkan oleh Ibnu Mas'ud yang diceritakan sendiri kepadanya oleh  Abu Bakar, tentang bagaimana  Abu Bakar R.A. memeluk agama Islam.

Kata  Abu Bakar R.A. ketika menceritakan suatu kisah mengenai dirinya kepada Ibnu Mas'ud, "Aku pernah mengunjungi seorang tua di negeri Yaman. Dia rajin membaca kitab-kitab dan mengajar banyak murid. Dia berkata kepadaku:
"Aku kira tuan datang dari Tanah Haram.
"Benar, “jawabku.
"Aku kira tuan berbangsa Quraisy?”
"Benar,” ujarku lagi.
"Dan apa yang aku lihat, tuan dan keluarga Bani Taiyim?”
"Benarlah begitu,” tambahku selanjutnya.
Orang tua itu terus menyambung, katanya, "Ada satu hal lagi yang hendak aku tanyakan kepada tuan, yaitu tentang diri tuan sendiri. Apakah tak keberatan jika aku lihat perutmu?
Maka pada ketika itu aku pun berkata, "Aku keberatan hendak memperlihatkan selama tuan tidak nyatakan maksud tuan sebenarnya kepadaku.
Maka ujar orang tua itu, "Aku sebenarnya melihat dalam ilmuku yang benar bahwa seorang Nabi Allah akan diutus di Tanah Haram. Nabi itu akan dibantu oleh dua orang sahabatnya, yang seorang masih muda dan seorang lagi sudah separuh baya. Sahabatnya yang muda itu berani berjuang di segala medan perang dan menjadi pelindungnya dalam berbagai kesusahan. Sementara yang separuh baya itu putih kulitnya dan berbadan kurus, ada tahi lalat di perutnya dan ada suatu tanda di paha kirinya. Apalah salahnya kalau tuan perlihatkan kepadaku.
Maka sesudah dia berkata itu aku pun membuka pakaianku lalu orang tua itu pun melihatlah tahi lalat hitam di atas bahagian pusatku seraya berkata, "Demi Tuhan yang menguasai Ka’bah, tuanlah orang itu!
Kemudian orang tua itu pun memberi sedikit nasihat kepadaku. 

Aku tinggal di Yaman untuk beberapa saat untuk urusan perniagaanku dan sebelum meninggalkan negeri itu sekali lagi aku pergi menemui orang tua tersebut untuk mengucapkan selamat tinggal kepadanya. Kemudian dia lalu bertanya, "Maukah tuan membawa beberapa rangkap syairku?
"Boleh saja, “jawabku.

Setelah itu aku pun membawa pulang syair-syair itu ke Mekah. Setibanya aku di Mekah, para pemuda bergegas datang menemuiku seraya berkata, "Tahukah engkau  apa yang sudah terjadi? Maka ujarku pula, "Apakah yang terjadi itu?
Jawab mereka, "Si yatim Abu Talib (maksudnya Nabi Muhammad S.A.W.) kini mengaku menjadi Nabi! Kalaulah tidak mengingat engkau hai Abu Bakar, sudah lama kami selesaikan dia. Engkaulah satu-satunya yang kami harapkan untuk menyelesaikannya.

Kemudian aku pun meminta mereka pulang dahulu sementara aku sendiri pergi menemui Muhammad. Setelah menemuinya aku pun mengatakan, "Wahai Muhammad, tuan telah mencemarkan kedudukan keluarga tüan dan aku telah diberitahu kalau tuan secara terang-terangan telah menyeleweng dari kepercayaan nenek moyang kita.
Maka ujar baginda, "Bahwa aku adalah Pesuruh Allah yang diutuskan untukmu dan untuk seluruh umat!
Aku pun bertanya kepada baginda, "Apa buktinya?
Jawabnya, "Orang tua yang engkau temui di Yaman tempo hari.
Aku menambah lagi, "Orang tua yang manakah yang tuan maksudkan karena banyak orang tua yang aku temui di Yaman itu?
Baginda menyambung, "Orang tua yang mengirimkan untaian syair kepada engkau!
Aku terkejut mendengarkannya lalu bertanya, "Siapakah yang telah memberitahu tuan, wahai sahabatku?
Maka ujar baginda, "Malaikat yang pernah menemui Nabi-nabi sebelumku.
Akhirnya aku berkata, "Ulurkan tangan tuan, bahwa dengan sesungguhnya aku bersaksi tiada Tuhan yang kusembah melainkan Allah, dan tuan (Muhammad) sebenarnya Pesuruh Allah.
Demikianlah kisah indah yang meriwayatkan bagaimana Islamnya  Abu Bakan As-Shiddiq. Dan memanglah menurut riwayat beliau merupakan lelaki yang pertama yang beriman kepada Rasulullah S.A.W.

Keislaman Abu Bakan As-Shiddiq R.A. telah membawa pengaruh besar di kalangan kaum bangsawan Quraisy karena dari pengaruh ke-islamannya itulah maka beberapa orang pemuda bangsawan Quraisy seperti  Utsman Bin Affan, Abdul Rahman Bin Auf, dan Sa’ad Bin Waqqas menuruti jejak langkahnya. Semenjak beliau memeluk Islam,  Abu Bakan R.A. telah menjadi pembela Islam yang paling utama serta seorang sahabat yang paling akrab serta paling dicintai oleh Rasulullah S.A.W. Sebagai memperlihatkan kecintaan baginda terhadap  Abu Bakar R.A., dapat kita ketahui dan satu dialog yang terjadi antara baginda Rasul dengan Amru Bin Ash. Amru seorang sahabat Rasulullah S.A.W. pernah suatu hari menanyakan Rasul, "Siapakah di antara manusia yang paling tuan sayangi? Baginda menjawab, "Siti Aisyah, dan kalau laki-laki adalah bapanya.

Selain daripada itu  Abu Bakar As-Shiddiq R.A. adalah seorang sahabat yang terkenal karena keteguhan imannya, cerdas akal, tinggi akhlak, lemah lembut dan penyantun. Rasulullah S.A.W. pernah menyanjungi sahabatnya itu dengan sabdanya, "Jika ditimbang iman Abu Bakar As-Shiddiq dengan iman seluruh umat maka lebih berat lagi iman Abu Bakar. Demikian teguhnya iman  Abu Bakar R.A. sebagaimana pengakuan Rasulullah S.A.W. pada hadits tersebut. Gelaran Ash-Siddiq yang di berikan orang terhadap diri  Abu Bakar R.A. adalah di karenakan sikap serta pendiriannya yang teguh dalam membenarkan serta membela diri Rasulullah S.A.W. Andainya seluruh umat manusia akan mendustakan Muhammad S.A.W. Abu Bakar R.A. akan pasti pula tampil dengan penuh keyakinan untuk membelanya.

Tidak beberapa lama setelah memeluk agama Islam,  Abu Bakar yang terkenal sebagai saudagar yang kaya itu telah meninggalkan perdagangannya dan meninggalkan semua usaha peribadi lain-lainnya lalu menyerahkan segenap kekayaan dan jiwa raganya untuk melakukan penjuangan menegakkan Islam bersama Nabi Muhammad S.A.W. sehingga oleh karena kegiatannya maka Agama Islam mendapat kemegahan dengan Islamnya beberapa pemuda Quraisy yang lain seperti yang telah disebutkan tadi itu. Beliau telah mengorbankan seluruh harta bendanya untuk menebus orang-orang yang ditawan, orang-orang yang ditangkap atau disiksa. Selain dari pada itu beliau juga telah membeli hamba-hamba yang kemudian dimerdekakannya. Salah seorang hamba yang dibelinya lalu kemudian dibebaskan yang paling terkenal dalam sejarah ialah Bilal Bin Rabah.
Tatkala Nabi Muhammad selesai melakukan Isra' dan Mi’raj segolongan orang yang kurang mempercayai apa yang telah dikhabarkan Rasulullah S.A.W. telah pergi menemui  Abu Bakan R.A. untuk mendengarkan apa pendapatnya tentang dakwaan Muhammad S.A.W. itu. Tujuan kedatangan mereka mendapatkan Abu Bakar R.A. tidak lain dengan prasangka tentunya Abu Bakar R.A. kali ini akan mendustakan kisah yang tidak masuk akal pada fikiran mereka itu. Setelah pertanyaan itu disampaikan kepada Abu Bakar R.A. lalu beliau pun berkata, "Adakah Muhammad berkata begitu? Sahut mereka, "Benar! Maka ujar  Abu Bakar R.A. "Jika Muhammad berkata begitu maka sungguh benarlah apa yang diceritakan itu. Lalu mereka pun terus menyambung, "Engkau percaya hai Abu Bakar bahwa Muhammad sampai ke tanah Syam lebih sebulan perjalanan pulang, dalam waktu semalam tadi? Maka sahut Abu Bakar sungguh-sungguh, "Benar! Aku percaya! Malah lebih dari itu aku percaya kepadanya. Aku percaya akan berita dari langit yg diberitakannya baik pada waktu siang maupun di waktu malam! Demikian hebatnya sambutan sahabat yang paling utama itu. Karena tegas dan teguhnya iman beliau terhadap agama yang dibawa oleh Muhammad dan terhadap apa yang dikhabarkan oleh baginda maka beliau telah diberi oleh Rasulullah S.A.W. dengan gelaran As-Shiddiq, artinya yang benar.

Dan memanglah tidak mengherankan akan sikap Abu Bakar itu. Beliau telah kenal akan Muhammad S.A.W. bukan sehari dua hari, melainkan sudah boleh dikatakan seumur manusia. Beliau tahu bahwa sahabatnya itu berkata benar, tak pernah bohong. Mustahil baginda akan khianat kepada pengikutnya yang pencaya kepadanya. Beliau mengimani sahabatnya itu Pesuruh Allah Yang Maha Kuasa, menerima wahyu daripada Tuhannya. Beliau sudah bertahun-tahun mengikuti petunjuk yang diwahyukan oleh Allah S.W.T. kepada sahabatnya itu maka telah teguhlah iman dalam hatinya.

Tatkala keadaan kekejaman orang-orang musyrikin Quraisy terhadap kaum Muslimin yang sedikit jumlahnya di Mekah semakin hebat dan membahayakan, Nabi Muhammad S.A.W. telah mengadakan permusyawarahan di rumah  Abu Bakar R.A. untuk mencari jalan keluar daripada kesulitan yang sedang dihadapi oleh pihak kaum Muslimin. Ketika itulah Rasulullah S.A.W. menjelaskan kepada Abu Bakar R.A. bahwa Allah S.W.T. telah memerintahkan baginda supaya melakukan hijrah ke Madinah serta meminta  Abu Bakar R.A. supaya menemaninya dalam peristiwa hijrah tersebut. Dengan perasaan gembira tanpa sedikit kebimbanganpun  Abu Bakar R.A. menyambut permintaan Rasulullah S.A.W.

Dari pintu belakang rumah  Abu Bakar R.A. Rasulullah S.A.W. bersama-sama  Abu Bakar menuju ke Gunung Tsaur dan bersembunyi di gua yang diberi nama Gua Tsaur. Pada saat suasana amat kritis, Abu Bakar R.A. diserang rasa kegelisahan dan cemas karena khawatir kalau-kalau musuh dapat mengetahui di mana Rasulullah sedang bensembunyi, maka pada saat itu turun ayat suci Al Quran dari Surah Taubah yang isinya memuji  Abu Bakar As-Shiddiq, sebagai orang kedua sesudah Nabi s,a.w. dalam Gua Tsaur. Dalam pada itu Rasulullah S.A.W. pun mengerti akan situasi dan kegelisahan sahabatnya itu yang oleh karenanya Rasul berkata, "Apakah yang menggelisahkanmu, bukankah Allah bersama kita?

Kemudian Rasulullah S.A.W., diriwayatkan berkata selanjutnya untuk menghilangkan kebimbangan Abu Bakar, "Kiranya mereka masuk juga ke dalam gua ini kita masih dapat melepaskan diri dari pintu belakang itu, ujar Rasul sambil menunjukkan ke belakang mereka.  Abu Bakar R.A. pun menoleh ke belakang. Betapa terkejutnya beliau bila dilihatnya pintu belakang yang ditunjuk oleh Rasul itu, padahal pintu tersebut tadinya tidak ada sama sekali. Sebenarnya kebimbangan Abu Bakar R.A. tatkala di dalam gua itu bukanlah karena takutkan nyawanya akan diragut oleh pihak musuh tetapi yang lebih dibimbangkannya ialah keselamatan jiwa baginda Rasul. Beliau pernah berkata, "Yang saya bimbangkan bukanlah mengenai diri saya sendiri, kalau saya terbunuh, yang tewas hanyalah seorang manusia biasa. Tapi andaikata tuan sendiri dapat dibunuhnya maka yang akan hancur ialah satu cita-cita yang suci murni. Yang akan runtuh ialah keadilan dan yang akan tegak pula ialah kezaliman.

Ucapan antara dua orang sahabat tatkala dalam gua itu ada tersebut dalam Al Quran dalam Surah At-Taubah ayat 40: "Kalau kamu tidak menolongnya (Muhammad) ketika dia diusir oleh orang-orang kafir (dari kampung halamannya), dalam keadaan berdua orang saja di dalam suatu gua, Di kala itu dia (Muhammad) berkata kepada sahabat karibnya (Abu Bakar): Jangan engkau berdukacita; sesungguhnya Tuhan bersama kita. Tuhan menurunkan ketenanganNya kepadanya, dan dikuatkannya dengan lentera yang tidak kamu lihat. Dan Tuhan menjadikan perkataan orang yang kafir itu paling rendah dan perkataan Tuhan itu yang amat tinggi. Dan Tuhan Maha Kuasa dan Bijaksana.

Demikian satu lagi keistimewaan  Abu Bakar Ash-Siddiq sebagai seorang sahabat yang sama-sama mengalami kesukaran dan kepahitan bersama-sama Rasulullah dalam menyampaikan seruan Islam. Abu Bakar R.A. tidak bercerai jauh dengan baginda Rasul sepanjang hidupnya dan menyertai semua peperangan yang dihadapi oleh baginda. Beliau bukan saja berjuang menegakkan Agama Islam dengan segenap jiwa raganya bahkan juga dengan harta kekayaannya. Sungguh beliaulah yang paling banyak sekali berkorban harta untuk menegakkan Agama Islam. Bahkan seluruh kekayaannya telah habis dipergunakannya untuk kepentingan penjuangan menegakkan kalimah Allah. Di kalangan para sahabat beliaulah tergolong orang yang paling murah hati dan dermawan sekali.

Dalam Perang Tabuk misalnya, Rasulullah S.A.W. telah meminta kepada seluruh kaum Muslimin agar mengorbankan hartanya pada jalan Allah. Tiba-tiba datanglah  Abu Bakar R.A. membawa seluruh harta bendanya lalu meletakkannya di antara dua tangan baginda Rasul. Melihat banyaknya harta yang dibawa oleh  Abu Bakar R.A., bagi tujuan jihad itu maka Rasulullah S.A.W. menjadi terkejut lalu berkata kepadanya:
"Hal sahabatku yang budiman, kalau sudah semua harta bendamu kau korbankan apa lagi yang akan engkau tinggalkan buat anak-anak dan isterimu?

Pertanyaan Rasulullah S.A.W. itu dijawab oleh  Abu Bakar As-Shiddiq dengan tenang sambil tersenyum, ujarnya. "Saya tinggalkan buat mereka Allah dan Rasul-Nya.
Demikianlah kehebatan jiwa  Abu Bakar Ash-Siddiq, suatu contoh kemurahan hati yang memang tidak dijumpai bandingannya di dunia. Memandangkan besarnya pengorbanan beliau terhadap Islam maka wajarlah kalau Rasulullah bersabda bahwa tegaknya Agama Islam itu adalah lantaran harta benda Khadijah dan juga Abu Bakar As-Shiddiq. Tepatlah juga tatkala baginda bersabda bahwa kiranya iman seluruh umat ditimbang bersama iman  Abu Bakar R.A. maka akan lebih berat lagi iman  Abu Bakar R.A. Beliau memang manusia luar biasa kebesarannya yang telah ditakdirkan oleh Allah S.W.T. untuk menjadi teman akrab Rasulullah s.a.w.

Pada suatu ketika di saat Rasulullah membaca khutbah yang antara lain menyatakan bahwa kepada seseorang hamba Allah ditawarkan untuk memilih dunia dan memilih ganjaran yang tersedia di sisi Allah, dan hamba Allah tersebut tidak akan memilih dunia, melainkan memilih apa yang tersedia di sisi Tuhan. Maka ketika mendengar khutbah Nabi demikian itu  Abu Bakar R.A. lalu menangis tersedu-sedu, kerana sedih dan terharu sebab beliau mendengar dan mengerti bahwa yang dimaksud dalam isi khutbah tersebut ialah bahwa umur kehidupan Rasul di dunia ini sudah hampir berakhir. Demikian kelebihan  Abu Bakar R.A. di banding dengan para sahabat yang lain karena beliaulah yang mengetahui bahwa umur Rasul hampir dekat.

Keunggulan beliau dapat dilihat dengan jelas selepas wafatnya Rasulullah S.A.W. di kala mana umat Islam hampir-hampir menjadi panik serta tidak percaya kepada kewafatannya. Bahkan sahabat besar Umar Bin Khattab sendiri telah diselubungi kekacauan fikiran dan tampil ke muka umum dengan marah dan mengancam akan memenggal kepala siapa saja yang berani mengatakan baginda telah wafat. Ujar Umar r.a., "Rasulullah tidak wafat, dia hanya pergi menghadap Allah saja seperti perginya Nabi Musa yang telah menghilangkan diri dan kaumnya selama empat puluh hari, kemudian pulang semula kepada kaumnya.

Ketika kepanikan itu terjadi Abu Bakar sedang berada di suatu kampung. Tatkala berita kewafatan Rasulullah itu sampai kepadanya, beliau dengan segera menuju ke Madinah. Di sana beliau dapati ramai orang sedang berkumpul mendengarkan pidato  Umar Bin Khattab tadi. Tanpa berlama-lama lagi  Abu Bakar langsung menuju ke rumah puterinya Aisyah dan di sanalah beliau dapati tubuh Rasulullah S.A.W. terbujur di satu sudut rumah. Beliau lantas membuka wajah Rasulullah dan mengecupnya, sambil berkata, "Wahai, betapa cantiknya engkau ketika hidup dan betapa cantiknya pula engkau ketika wafat! Kemudian beliau pun keluar mendapatkan orang ramai yang sedang dalam panik itu lalu berkata dengan nada yang keras:

"Wahai kaum Muslimin! Barang siapa yang menyembah Muhammad, maka Muhammad telah mati. Tetapi barang siapa yang menyembah Allah maka Allah selama-lamanya hidup tidak mati. Seraya menyambung membacakan sepotong ayat dari Al Qur'an:
"Muhammad itu tidak lebih dari seorang rasul seperti rasul-rasul yang terdahulu darinya. Jika ia mati atau terbunuh pantaskah kamu kembali pada kekafiran. Barangsiapa yang kembali pada kekafiran, dia tidak akan membahayakan Allah sedikit pun dan sesungguhnya Allah akan memberi ganjaran kepada orang-orang yang bersyukur.

Sesaat setelah mendengar ayat itu,  Umar Bin Khattab pun langsung rebah hingga barulah beliau dan orang ramai Islam yang telah mendengar pidatonya tadi mendapat kepastian bahwa Rasulullah sudah wafat. Kaum Muslimin tentunya telah pernah dengar ayat ini sebelumnya, karena ayat itu telah turun semasa peperangan Uhud, ketika Rasulullah S.A.W. telah diberitakan mati terkorban dan menyebabkan banyak pejuang-pejuang Islam berundur ke Madinah. Tetapi mereka tidaklah memahami maksud ayat ini seperti yang difahami oleh  Abu Bakar R.A. Ini jelas membuktikan kecerdasan  Abu Bakar As-Shiddiq dalam memahami Islam.

Ketika Rasulullah S.A.W. wafat, baginda memang tidak meninggalkan pesan tentang siapa yang patut menggantikan baginda sebagai Khalifah umat Islam. Tetapi setelah lama berbincang kaum Muslimin dengan suara ramai memilih Abu Bakar As-Shiddiq sebagai Khalifah setelah namanya itu dicalonkan oleh  Umar Bin Khattab R.A. Pemilihan ini tentulah tepat sekali karena pada pandangan kaum Muslimin memang beliaulah yang paling layak sekali memegang kedudukan itu memandangkan kelebihan-kelebihannya dari para sahabat yang lain. Apalagi beliaulah yang pernah ditunjuk oleh baginda Rasul semasa hayatnya untuk menggantikan baginda sebagai imam sembahyang tatkala baginda sedang uzur.

Setelah dipilih oleh sebahagian besar umat ketika itu  Abu Bakar As-Shiddiq pun memberikan ucapannya yang terkenal yang antara lainnya baginda berkata:
"Wahai seluruh umat! Aku telah dipilih menjadi pemimpin kamu padahal aku ini bukanlah orang yang terbaik di antara kamu. Sebab itu jika pemerintahanku baik, maka dukunglah, tetapi jika tiada baik, maka perbaikilah. Orang yang lemah di antara kamu adalah kuat pada sisiku hingga aku harus menolongnya mendapatkan haknya, sedang orang yang kuat di antara kamu adalah lemah pada sisiku, hingga aku harus mengambil hak orang lain yang berada di sisi nya, untuk dikembalikan kepada yang berhak. Patuhlah kepadaku selama aku patuh kepada Allah dan Rasul-Nya. Akan tetapi jika aku mendurhakai Allah, maka kamu seluruhnya tak boleh lagi patuh kepadaku.
Aku dipilih untuk memimpin urusan ini padahal aku enggan menerimanya. Demi Allah aku ingin sekali kalau ada di antara kalian orang yang sudi untuk urusan ini. Ketahuilah jika kamu meminta kepadaku agar aku berbuat sebagaimana yang telah dilakukan oleh Rasulullah S.A.W. sungguh aku tidak dapat menyamainya, Rasulullah adalah seorang hamba Allah yang dapat kurnia wahyu dari Tuhan, karena itu baginda terpelihara dari kesalahan-kesalahan, sedang aku ini hanyalah manusia biasa yang tidak ada kelebihannya di antara kamu.

Ini adalah satu pembaharuan dalam pemerintahan yang belum pernah dikenali oleh rakyat jelata kerajaan Rum (Romawi) dan Parsi (Persia) yang memerintah dunia barat dan timur ketika itu. Baginda telah mematuhi manifestasi politiknya. Baginda hidup seperti rakyat biasa dan sangat tidak suka di agung-agungkan. Di riwayatkan bahwa pada satu masa ada orang memanggilnya, "Ya Khalifah Allah! Baginda dengan segera memotong perkataan orang itu dengan berkata:
"Saya bukan Khalifah Allah, saya hanya Khalifah RasulNya!”

Di riwayatkan bahwa pada keesokan harinya yaitu sehari setelah baginda terpilih sebagai Khalifah, Abu Bakar R.A. kelihatan membawa barang perniagaannya ke pasar. Beberapa orang yang melihat itu lalu mendekati baginda, di antaranya Abu Ubaidah Bin Jarrah. Sahabat besar itu mendekati baginda seraya berkata, "Urusan Khalifah itu tidak boleh dicampuri dengan berniaga! Lalu Abu Bakar R.A. bertanya, "Jadi dengan apakah aku hidup, dan bagaimana aku membelanjai rumah tanggaku? Demikian sedihnya nasib yang menimpa  Abu Bakar R.A. sebab walaupun kedudukannya sebagai Kepala Negara namun belum ada ketetapan gaji seorang kepala pemerintah Islam.

Keadaan ini mendapat perhatian dari para sahabat lalu mereka menentukan tunjangan secukupnya buat baginda dan buat keluarga baginda yang diambil dari Baitul Mal. Setelah itu barulah Khalifah Abu Bakar meninggalkan usaha perniagaannya karena hendak memusatkan seluruh tenaganya untuk mengembangkan agama Islam dan menjalankan tanggungjawabnya sebagai seorang Khalifah. Semasa bertugas sebagai Khalifah umat Islam baginda hanya menerima hak sebanyak enam ribu dirham saja setahun yaitu kira-kira lebih kurang 1.200 dolar saja dalam setahun. Gaji itu tidak dibelanjakannya untuk keperluan dirinya malahan sebelum wafatnya baginda telah memerintahkan supaya pendapatannya itu diserahkan kembali kepada Baitul Mal.

Kebijaksanaan Abu Bakar R.A. juga ternyata dalam aturannya menyamakan pemberian bantuan kepada orang-orang yang berhak agar mereka tidak dipisahkan oleh jurang-jurang perbedaan yang jauh agar tidak lahir satu golongan yang mendapat kedudukan yang lebih istimewa dari golongan-golongan yang lain. Sedangkan baginda sendiri hanya mengambil sekadar keperluan-keperluan dasar buat diri dan keluarganya.

Sebelum baginda wafat, kepada  Umar Bin Khattab baginda telah mewasiatkan agar jangan menghiraukan jenazahnya nanti bila baginda pulang ke rahmatullah, melainkan haruslah dia segera mengirim bala tentara ke Iraq untuk membantu Al Muthanna yang sedang bertempur di Iraq itu.  Abu Bakar R.A. tidak lupa mengingatkan  Umar R.A. apa yang dikerjakannya di waktu Rasulullah wafat dan bagaimana cintanya kepada Rasul dan perhatiannya kepada jenazah baginda yang suci itu tidak mengabaikannya dari melaksanakan kewajiban biarpun yang demikian itu amat berat bagi jiwanya. Dengarlah antara lain kata-katanya kepada Umar Bin Khattab R.A.:
"Dengarlah hai Umar! Apa yang akan kukatakan ini dan laksanakanlah. Aku mengharap akan kembali ke hadirat Allah hari ini sebab itu sebelum matahari terbit pada esok hari engkau hendaknya telah mengirim bala hantuan kepada Al Muthanna. Janganlah hendaknya sesuatu bencana bagaimana pun besarnya dapat melupakan kamu dan urusan agama dan wasiat Tuhan. Engkau telah melihat apa yang telah ku lakukan tatkala Rasulullah wafat sedang wafatnya Rasulullah itu adalah satu bencana yang belum pernah manusia ditimpa bencana yang sebesar itu. Demi Allah, andaikata di waktu itu aku melalaikan perintah Allah dan Rasul-Nya, tentu kita telah jatuh dan mendapat siksaan Allah, dan pasti pula kota Madinah ini telah jadi lautan api.

Dalam masa pemerintahannya yang singkat  Abu Bakar As-Shiddiq yang memerintah hanya dalam masa dua tahun saja itu telah meletakkan asas pembangunan sebuah pemerintahan Islam yang teguh dan kuat setelah berjaya mengatasi berbagai macam masalah dalam negeri dengan segala kebijaksanaan dan kewibawaannya. Baginda telah memenuhi segenap janji-janjinya dan dalam masa dua tahun pemerintahannya itu telah terbentuk rantai sejarah Islam yang merupakan lembaran-lembaran yang abadi.

Sungguh kehidupan  Abu Bakar As-Shiddiq adalah penuh dengan nasihat, penuh dengan ajaran serta kenang-kenangan yang indah mulia. Selama dua tahun pemerintahannya itu baginda telah berjaya menyusun pilar-pilar pokok dari kekuatan Islam. Baginda telah membangunkan kekuatan-kekuatan yang penting bagi memelihara kepercayaan kaum Muslimin dan bagi memelihara keagungan Agama Islam. Bahkan baginda telah mengakhiri riwayat pemerintahan yang dipimpinnya dengan menundukkan sebahagian daripada negeri Syam dan sebahagian daripada negeri Iraq, lalu pulang ke rahmatullah dengan dada yang lapang, ketika umur baginda menginjak 63 tahun. Baginda dikebumikan di samping makam Rasulullah S.A.W. di Masjid Nabawi Madinah. Semoga riwayat serta penjuangan baginda menjadi contoh yang patut di teladani bagi seluruh kaum Muslimin.

No comments:

Post a Comment

Masukan Email Anda :

Layanan ini dipersembahkan oleh : FeedBurner

Referral Banners
make cash